K-TV | Sumenep – Beredar rumor jual beli jabatan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Sumenep.
Informasi yang dihimpun, para calon PPK dan PPS diduga diminta memberikan upeti agar mereka bisa lolos seleksi.
“Jadi, ya itu memang benar, dan saya rasa merata,” kata salah seorang mantan PPK Pemilu 2024, yang minta namanya dirahasiakan saat diwawancara sejumlah media, Rabu (15/5/2024).
Pihaknya menyebut, jika upeti untuk memuluskan jalannya dalam seleksi PPK itu sampai-sampai harus memotong gaji mereka jika sudah resmi terpilih dan dilantik.
“Untuk nominal kalau di Pemilu 2024 kemarin, 4 kali gajian untuk PPK. Tidak tahu kalau yang lain,” lanjutnya.
Senada dengan apa yang disampaikan salah satu mantan PPK tersebut, ada pula salah satu mantan PPS, yang memberikan pengakuan mengejutkan.
Orang ini bilang, awalnya takut membuka kebenaran jual beli seleksi PPS di Sumenep.
“Dengar dari siapa, ya tapi jangan sampai ada nama saya ya. Kalau saya sih, yang diminta itu hanya dua kali gajian,” kata salah satu mantan PPS ini pada awak media saat ditemui di Sumenep.
Teranyar, dirinya mendengar selentingan kabar terkaitrumor PPS, yang ingin lolos seleksi diminta untuk memberikan upeti sesuai dengan kesepakatan bersama oknum Komisioner KPU Sumenep.
“Kabarnya begitu, soalnya ada komisioner, yang nggak jadi anggota KPU lagi, benar dan tidaknya juga tidak tahu,” tambahnya.
Menanggapi rumor tersebut, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumenep, Rafiqi Tanzil, menepis kabar miring itu.
Dia mengatakan, setiap rekrutmen badan adhoc memang memiliki rumor termasuk dalam Pemilu pada 14 Februari lalu.
“Persoalan-persoalan itu memang biasa, yang pasti kami di KPU tidak ada hal-hal semacam itu,” kata Rafiqi saat diwawancara melalui sambungan teleponnya.
Andaikan ada, kata Rafiqi, dugaan jual beli jabatan dalam seleksi PPK dan PPS seharusnya sejak pelaksanaan pemilu sebelumnya.
“Kalau sekarang kan hanya Pilkada,” ucap Rafiqi.
Rafiqi mengungkapkan, bahwa rumor soal adanya pungli rekrutmen PPK dan PPS dengan nominal belasan juta rupiah tidak benar.
“Tidak ada. Jangan-jangan yang menjadi isu mereka yang tidak jadi, bisa jadi kan?,” tuding Rafiqi.
“Saya pastikan itu tidak ada, rumor lah atau isu. Masak ada yang belasan juta, di mana logikanya itu,” timpalnya lebih lanjut.
Meski demikian, Rafiqi mengaku, bahwa sempat menarik sumbangan kepada anggota badan adhoc, yang notabene alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Kendati begitu, dia memastikan, hal itu sebatas sukarelawan sesama yang pernah berproses di HMI, yang tidak mempengaruhi ketentuan meloloskan calon PPK dan PPS.
“Tapi itu bukan untuk saya, melainkan untuk pembangunan di internal HMI kemarin, kalau itu iya. Artinya, bukan untuk pribadi,”
“Setelah mereka jadi, saya minta sumbangan untuk pembangunan adik-adik di HMI itu. Kalau saya kan HMI yang dipikir, bukan untuk siapa-siapa,” sambungnya.
Menurutnya, persoalan ada anggota badan adhoc yang memberikan sesuatu untuknya pasti diterima, sebab hal itu ia nilai tidak diminta.
“Misal ada yang memberikan saya rokok, pasti saya terima,” katanya.
Rafiqi menambahkan, isu yang beredar kemungkinan terjadi atas dasar kepentingan untuk menjatuhkan seseorang.
“Mungkin bisa jadi itu ditujukan ke saya, karena masa jabatan saya di KPU sudah hampir habis, ya tidak masalah kalau dibentur-benturkan,” akuinya.
Pihaknya berharap, agar masyarakat tidak langsung percaya terhadap rumor-rumor yang beredar. Sebab, pasti ada orang yang nantinya merasa dirugikan.
“Karena saya tidak merasa kalau ada hal yang demikian,” pungkasnya.