WEB ATAS OPINI
Logo Web Atas
web atas aniv Uniba
psfl

Serba Serbi Pemudik Disabilitas, Negara Setengah Hati Membangun Transportasi Inklusi?

MENYAYANGKAN: Pemudik disabilitas masih kesulitan pada masa mudik lebaran, Hari Raya Idulfitri 1445 H. (KTV/Ist_Thowik)
MENYAYANGKAN: Pemudik disabilitas masih kesulitan pada masa mudik lebaran, Hari Raya Idulfitri 1445 H. (KTV/Ist_Thowik)

K-TV | Jakarta Pusat – Pada mudik lebaran, Hari Raya Idulfitri 1445 H, bukan sebatas dilakukan oleh masyarakat normal, namun juga disabilitas.

Sehingga, pemerintah menyediakan transportasi inklusi. Namun, fasilitas tersebut belum sepenuhnya menjadi solusi baik seperti yang dirasakan pemudik disabilitas Sri Puryantini.

“Saya tak kuat naik sendiri untuk masuk (loket Stasiun Pasar Senen). Ramp ini terlalu tinggi buat saya,” ujar seorang pemudik pengguna kursi roda, yang akan pulang ke Madiun, Minggu (7/4/2024).

Meski perempuan dengan polio ini mengapresiasi Stasiun Pasar Senen, Jakarta, yang menyediakan fasilitas akses, seperti ramp dan toilet disabilitas, tetapi dia berharap pemerintah terus melakukan pembenahan sarana dan prasarana.

Tujuannya, agar disabilitas mampu mandiri tanpa hambatan untuk dapat menikmati transportasi publik.

Perempuan lansia yabg familiar dengan sapaan Pungki ini kesulitan naik sendiri dengan kursi roda melewati ramp, yang buatnya terlalu tinggi. Padahal, kemiringan standar ramp, yang aksesibel tidak boleh melebihi tujuh derajat.

Pungki juga menyayangkan toilet akses disabilitas perempuan di Stasiun Pasar Senen, yang tak leluasa dia gunakan.

“Karena kursi roda saya kecil, bisa masuk. Tapi pas masuk, emang mentok sama besi pegangan. Jadi kalau bisa, besi pegangannya dipotong agar tidak menjorok terlalu panjang ke pintu,” harap Pungki, yang mudik bersama suaminya.

Salah seorang Humas Direktorat Prasarana Perkeretaapian Annisa Rahmania (30) mengakui masih terbatasnya aksesibilitas stasiun dan kereta api bagi disabilitas tuli.

Di stasiun-stasiun, menurut perempuan tuli yang dipanggil Nia ini, tidak tersedia Passenger Information Display System (PIDS) ataupun running text, yang memberikan perubahan informasi.

Karena, jika informasi hanya diumumkan lewat pengeras suara tidak mungkin diakses penumpang tuli. Di kereta-kereta juga tak banyak PIDS.

“Tidak semua gerbong kereta ada PIDS yang menandai nama stasiun-stasiun pemberhentian yang akan dilewati,” jelas Nia, yang mendampingi para pemudik, yang tergabung dalam Mudik Inklusi Ramah Anak dan Disabilitas (MIRAD) 2024, yang bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Bank Syariah Indonesia.

“Informasi tentang lamanya waktu kereta berhenti di suatu stasiun, informasi darurat atau mendadak yang biasanya diumumkan di audio (speaker), tidak divisualkan,” tambah Nia.

Pungki, suaminya, dan peserta mudik dengan kondisi disabilitas, yang berbeda-beda tahun ini mengikuti MIRAD dengan moda transportasi kereta, bis, dan pesawat, yang secara umum tujuannya daerah-daerah di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan Barat.

Terminal dan Bis Kurang Akses bagi Disabilitas?

Pada hari yang sama, Mudik Inklusi Ramah Anak dan Disabilitas (MIRAD) dilakukan di Terminal Kampung Rambutan dengan memberangkatkan 115 peserta disabilitas tuli, netra, fisik, dan low vision bersama 15 anak, serta 27 pendamping dengan tujuan (Purwantoro) Wonogiri, Tegal, Pekalongan, Nganjuk, dan Surabaya.

Salah seorang peserta MIRAD, Widodo (45), mengeluhkan fasilitas di terminal Kampung Rambutan, yang masih minim akses untuk disabilitas fisik seperti dirinya. Dia terpaksa dibantu dua orang dan hal itu sangat dia sayangkan, karena merepotkan orang lain.

“Untuk ke toilet disabilitas, jauh dari titik kumpul peserta mudik. Saya tadi harus ke terminal bis antarprovinsi dulu. Sementara posisi saya di dalam terminal bis dalam kota. Jalan menuju ke sana dilewati lalu-lalang kendaraan yang tidak ada akses khusus untuk pengguna kursi roda. Belum lagi kondisi jalan yang tidak rata,” keluh Widodo, yang memakai kursi roda.

Menurutnya, tidak ada ruang tunggu di terminal, yang memadai dan nyaman bagi disabilitas. Saking ramai dengan pemudik lainnya, sulit baginya untuk bisa lewat. Bahkan, dia bersama disabilitas lainnya terpaksa duduk di lantai.

“Sebetulnya saya bisa mandiri jika ada akses. Tapi, di dalam toilet pun fasilitasnya tidak berfungsi dengan baik. Tidak ada air di kloset disabilitas,” imbuhnya.

Penyandang disabilitas daksa, Paini, yang berada dalam satu bis bersama tiga peserta disabilitas pengguna kursi roda, menyampaikan, keprihatinannya. Untuk akses masuk ke bis mengalami kendala, karena mereka tidak menggunakan mobil akses disabilitas khusus pengguna kursi roda.

“Mereka tadi harus digendong untuk bisa masuk bis,” kata Paini.

Hal yang disesalkan, lanjut Paini, tidak ada ketersediaan toilet di dalam bis. Sehingga, jika nanti di rest area ingin ke toilet, maka mereka harus digendong kembali untuk turun dan naik bis.

Disabilitas Bukan Prioritas Negara?

Disabilitas polio pengguna kursi roda Aulia Amin yang bekerja di Direktorat Jenderal Perhubungan Udara turut mengeluhkan kondisi transportasi publik di Indonesia. Ia menyesalkan bahwa disabilitas bukan prioritas pemerintah sebagaimana dimandatkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

“Penyelenggara transportasi publik, baik darat, udara maupun laut, masih setengah hati dalam membangun fasilitas publik yang inklusif,” kata Amin mengeritik.

Amin, yang juga peserta MIRAD menggunakan pesawat ke Medan mengungkap, program pembangunan yang tidak memprioritaskan disabilitas tercermin dari tidak dilibatkannya komunitas disabilitas mulai perencanaan pembangunan fasilitas dan moda transportasi yang inklusi dan berkeadilan sampai pada penganggaran dan implementasinya.

Karena itu, Amin tidak kaget jika trotoar, halte, stasiun, terminal, rest area dan minimnya running text maupun PIDS dan berbagai fasilitas publik lainnya masih sulit dan tidak nyaman diakses disabilitas.

Da menyaksikan mulai toilet akses di Stasiun Sudirman untuk ke bandara Soekarno-Hatta sampai area gerbong kereta untuk mencapai kursi akses atau prioritas bagi disabilitas sulit dimasuki kursi roda.

Inisiator Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) Ilma Sovri Yanti menjelasakan, jika program Mudik Inklusi Ramah Anak dan Disabilitas (MIRAD) sebelumnya adalah MRAD. Program yang diinisiasi sejak 2015 dan mulai digelar pada 2016 menjadi media advokasi dengan mengambil momen mudik.

“Kenapa mudik? Karena mudik adalah pergerakan orang secara besar menuju wilayah satu ke wilayah lainnya. Yang paling merasakan hilangnya kesempatan mudik adalah penyandang disabilitas dan keluarganya” kata Ilma.

Melalui MIRAD, lanjut Ilma, warga disabilitas langsung mengadvokasi dan para pengambil kebijakan dilibatkan untuk menyaksikan langsung bagaimana sarana dan prasarana transportasi berserta infrasturkturnya sejak mula sangat tidak ramah, jauh dari inklusif. Bahkan, papar Ilma, perspektif yang diterima publik dan pemerintah pun belum mengakomodir keberadaan disabilitas dengan melibatkan saat pembangunan.

Sejak MRAD 2016, yang kini berubah menjadi MIRAD, didukung oleh BUMN, kemudian lintas kementerian turut berkolaborasi menggelar mudik yang lebih dipersiapkan bagi disabilitas, terjadi pembenahan demi pembenahan sarana dan prasarana di sektor transportasi publik.

“Walaupun belum ideal, dari tahun 2016 sampai 2019 semakin meningkat dan ada kemajuan. Karena itu, tujuan MIRAD 2024 adalah untuk meningkatkan kembali perspektif masyarakat dan pemerintah agar lebih peduli dan memenuhi hak-hak disabilitas sebagai warga negara yang sama,” ujar Ilma.

Dalam pelepasan para peserta Mudik Inklusi Ramah Anak dan Disabilitas 2024, Direktur Penjualan dan Distribusi Bank Syariah Indonesia, Direktur Jenderal Perkeretapian Mohamad Risal Wasal, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Arif Anwar secara kompak berkomitmen akan terus bekerja sama mendukung program mudik bagi disabilitas.

“Jika ada hal-hal baik telah yang kami lakukan, tolong disampaikan. Tetapi, kalau ada yang belum ideal, kami juga terbuka terhadap masukan untuk perbaikan,” kata Risal Wasal yang ikut mengantar para pemudik disabilitas ke jalur 4 Stasiun Pasar Senen.

Mengapresiasi komitmen Bank Syariah Indonesia dan PT KAI, Koordinator MIRAD 2024 Catur Sigit Nugroho berharap agar kerja sama antara komunitas disabilitas, masyarakat sipil, dan BUMN dapat terus ditingkatkan. Ia mendorong program mudik lebaran Idul Fitri dan Natal & Tahun Baru (Nataru) di tahun-tahun berikutnya menjadi proses edukasi dan pemenuhak hak-hak disabilitas agar transportasi publik dan fasilitas publik lainnya benar-benar inklusif.

“Dengan dukungan BUMN, ke depannya semoga semakin banyak lagi dari disabilitas yang menjadi peserta MIRAD. Sehingga, mereka bisa pulang ke kampung halaman secara nyaman dan dapat menikmati transportasi publik yang inklusif,” harap Catur yang juga pengguna kursi roda.

Mudik kali ini, sambung Catur, diikuti disabilitas netra, fisik, tuli, mental, dan intelektual dan rata-rata dari mereka bersama pendampingnya masing-masing. Total peserta MIRAD 2024 320-an.

“Mereka yang jalur darat ke Surabaya, Yogyakarta, Solo, Purwantoro (Wonogiri) dan Madiun. Dengan pesawat ada 17 pemudik yang tujuannya ke Medan, Pangkal Pinang, Padang, Banda Aceh, dan Pontianak (Kalimantan Barat),” ujar Catur Sigit Nugroh

Reporter : Buyung Kurniawan

Redaktur : Syahid Mujtahidy

Bagikan

web bawah Opini
Logo WEB Bawah
web bawah Aniv Uniba
hari guru BPRS

web bawah Opini
Logo WEB Bawah
web bawah Aniv Uniba
hari guru BPRS

Berita terkait

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *