WEB ATAS OPINI
Logo Web Atas
web atas aniv Uniba
psfl

Pinjol di Era Fintech 4.0

Oleh : Wildatul Muawanah*)

Pinjol di Era Fintech 4.0
Ilustrasi Pinjol. (K-TV/Ahmad Tamyizul)

K-TV | Beberapa bulan terakhir sangat ramai terjadinya berbagai kasus pinjaman online (pinjol) yang terjadi di Indonesia. Pinjol kini sudah banyak diminati masyarakat hingga mencapai angka Rp20,37 triliun pada akhir bulan Agustus 2023.

Kasus besar yang sempat menyita perhatian masyarakat yaitu saat muncul kabar motif pembunuhan yang dilatarbelakangi atas kerugian trading kripto yang terjerat utang pinjol. Lalu, kenapa hal ini bisa terjadi?

Sejalan dengan berkembangnya teknologi, pinjol sangat diminati karena dapat diakses dengan mudah, dan teknis pinjol ini juga sangat praktis karena tidak perlu membawa surat-surat berharga seperti lembaga pembiayaan pada umumnya.

Selain itu, kemudahan pinjol ini menjadi jalan pintas bagi masyarakat meski sebenarnya banyak peminjam yang bukan untuk memenuhi kebutuhannya, melainkan untuk hal-hal yang sifatnya konsumtif.

Berdasarkan data OJK disebutkan per Agustus dengan outstanding pendanaan Rp53,12 triliun, mayoritas pinjaman disalurkan pada sektor non produktif, yaitu sebesar 60,95 persen. Bahkan, saat konser Coldplay yang dilangsungkan pada bulan Mei lalu, perusahaan pinjol menebar promo, sehingga meningkatkan angka pelaku pinjol. Sifat konsumerisme masyarakatlah yang mendorong mereka melakukan pinjaman untuk sekedar nonton konser.

Hal yang perlu disadari bersama bahwa dari beberapa kasus, telah diketahui begitu besar dampak psikologis bagi individu yang terjerat pinjol, mulai dari bunga yang kian naik, juga bahaya lainnya seperti dikejar debt collabtor (penagih hutang), hingga berakhir teror meneror. Sehingga untuk meminimalisir hal ini, masyarakat sangat perlu memahami literasi keuangan mengenai fintech agar terhindar dari penipuan.

Saat ini, sedang memasuki era fintech 4.0. Di mana, teknologi menjadi semakin sentral bagi industri keuangan. Persoalan pinjol sebenarnya sudah dijawab oleh OJK, yang telah melakukan pengawasan dan menetapkan beberapa perusahaan secara legal atas pinjaman online tersebut.

Sesuai dengan peraturan OJK No.77/POJK.01/2016, peer-to-peer lending yang artinya pinjol bisa dilakukan melalui perusahaan terkait yang sudah ditetapkan oleh OJK. Sehingga nantinya, tidak mudah terjerat pinjaman online yang ilegal. Lantas apa yang menjadi pembeda antara keduanya?

Pinjol yang sudah diawasi OJK otomatis akan terdaftar di OJK. Sehingga, data kita akan aman dan tidak diperjualbelikan. Berbeda dengan pinjol illegal, karena tidak diawasi oleh OJK, akan dengan leluasa menjerat individu yang tidak dapat melunasi hutangnya. Mereka dengan mudah menetapkan bunga yang amat tinggi, serta dapat mengintimidasi dan mengancam setiap individu.

Meski pada hakikatnya, menjauhi hutang piutang lebih dianjurkan, daripada pilihan di atas. Apalagi, sifat manusia yang selalu merasa tidak berkecukupan menjadi salah satu boomerang tersendiri ketika pinjaman sudah menjadi sangat mudah dilakukan seperti sekarang ini. Untuk itu, alangkah lebih baiknya agar selalu berhati-hati dan pintar dalam mengelola finansial serta bijaklah dalam memilah mana kebutuhan yang perlu dikedepankan.

*) Pengurus KA-FoSSEI

Bagikan

web bawah Opini
Logo WEB Bawah
web bawah Aniv Uniba
hari guru BPRS

web bawah Opini
Logo WEB Bawah
web bawah Aniv Uniba
hari guru BPRS

Berita terkait

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *