K-TV | Bandung – Komunitas Masagi Tjibogo Kota Bandung menginisiasi pengelolaan sampah alat peraga kampanye (APK) menjadi polybag. Langkah inovatif tersebut untuk menghasilkan media menanam bibit di lingkungan RT 04 RW 04, Kelurahan Sukawarna, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung.
Ketua Komunitas Masagi Tjibogo Dian Nurdiana menyampaikan, komunitasnya sangat perhatian terhadap kondisi lingkungan, terutama sampah APK, yang sulit terurai. Dia juga menilai, beberapa pihak belum melakukan aksi nyata terkait problematika sampah APK.
“Temen-temen lingkungan kayanya abu-abu melihat ini (sampah APK), belum nanti muncul lagi Pilkada dan Pilwakot, belum iklan spanduk yang harian,” ungkapnya kepada K-TV.
Merujuk terhadap Surat Edaran (SE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 3 Tahun 2024 tentang pengelolaan sampah, yang timbul dari penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024, merupakan tanggung jawab dari setiap partai dan para calon legislatif, yang mencalonkan pada pesta demokrasi tersebut.
Namun, kata pria yang biasa disapa Mang Dian ini, realitasnya sampah APK ditemukan berserakan di jalan, bahkan menumpuk di kecamatan dan kelurahan. Timbunan sampah APK pasca pemilu ini diperkirakan mencapai 300-400 kg di setiap kelurahan.
“Awal-awal ketemunya (sampah APK) banyak berantakan di pinggir jalan, di selokan tapi kan karena memang dari awal ada ranah, ada tugasnya kelurahan dan kecamatan jadi semuanya bertumpuk di kecamatan dan kelurahan,” ujar Mang Dian.
“Sekarang di sungai-sungai juga ditemukan sampah APK bahkan sebagian ada yang dibakar kemarin saya ngobrol sama teman komunitas di Taman Sari itu dibakar 1 kecamatan, polusi tanah, polusi udara,” lanjutnya.
Mang Dian amat menyayangkan, sikap parpol dan caleg, yang terkesan tidak memiliki tanggung jawab moral untuk menyelesaikan persoalan sampah APK.
“Ini (produksi) polybag dari APK bukan kegiatan rutin karena kita bingung tidak ada pendanaan. Makannya siapa tahu ada yang tertarik untuk bertanggung jawab secara kompensasi. Saya sebenarnya menuntut kompensasi dari si Partai dan Caleg (yang memakai APK). Kita punya hak nuntut loh karena dia yang membikin sampah terus dia tidak bertanggung jawab,” jelas Mang Dian.
Kilas Balik Polybag dari Sampah APK
Setelah Pemilu 2019, Mang Dian melakukan upaya kecil dalam mengelola sampah APK ini dengan membuat polybag sebagai media menanam bibit. Dia juga menguji ketahanan dari polybag tersebut, yang akhirnya terbukti memiliki daya pakai selama dua tahun.
“Ternyata lumayan dapet beberapa kali panen selama dua tahun itu masih bisa dipakai pas begitu dua tahun ya robek-robek,”
Mulanya, dia hanya mampu membuat polybag dari sampah APK berkisar 12 pcs dengan desain sederhana. Di sisi lain, sulitnya akses untuk memperoleh limbah baliho mengakibatkan produksi polybag menjadi terhenti. Kemudian pada awal 2024, direaktivasi bersama Komunitas Masagi Tjibogo.
Lewat Komunitas Masagi Tjibogo yang dibentuk oleh Mang Dian sejak akhir 2019, jumlah polybag yang dihasilkan pada awal 2024 hampir menyentuh 250 pcs. Polybag terdiri atas beberapa ukuran berdasarkan perbedaan diameter, seperti 40 cm, 60 cm, dan 80 cm.
Mang Dian menjelaskan, proses produksi polybag melibatkan 15 orang, yang didominasi oleh ibu rumah tangga. Mereka secara sukarela melakukan kegiatan ini sembari mengisi waktu luang.
“Ibu-ibu kalau ada waktu luang baru mengerjakan. Rata-rata perorang (membuat) 6 polybag,” jelas Mang Dian kepada K-TV.
Mang Dian selaku Ketua RT 04 menghidupkan kembali tradisi masyarakat Sunda ,yaitu Perelek Sampah. Warga diminta untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya baik organik maupun non-organik.
“Warga diimbau untuk memilah sok yang (sampah) organiknya di jadwal hari senin, kamis, dan sabtu dan untuk sampah an-organiknya hari jumat,” ungkapnya.
Selain itu, Jumat Bersih dan berkebun menjadi kegiatan rutin di Komunitas Masagi Tjibogo ini.
“RT 04 setiap Jumat ada Jumat Bersih (Jumsih) sedangkan RT 02 tiap kamis ada (Kamis Bersih-bersih (Misih), bersihin lingkungan sekitar, keliling bareng-bareng,” tandasnya.