WEB ATAS OPINI
Logo Web Atas
web atas aniv Uniba
psfl

Direktur Kabar Madura Berbagi Teknik Mudah Menulis Opini di Annuqayah

K-TV | Sumenep — Menulis itu ibarat berperang. Membaca adalah senjatanya. Berperang tanpa senjata, dipastikan mudah tewas di medan laga. Ini prinsip dalam kepenulisan.

Begitulah penegasan Direktur Kabar Madura Hairul Anam saat menjadi pemateri dalam Seminar Kepenulisan Ilmiah yang digelar Pesantren Annuqayah Latee, Guluk-Guluk, Sumenep, Sabtu (28/10/2023).

Dalam acara yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Hari Santri Nasional (HSN) 2023 itu dikonsentrasikan di Gedung Diniyah Pesantren Annuqayah Latee. Pesertanya adalah santri yang berstatus siswa dan mahasiswa.

“Ketika kita sudah terbiasa dan banyak membaca, otomatis ada kegelisahan dalam diri. Kegelisahan inilah yang nantinya mesti tersalurkan dengan cara menulis,” ungkap Anam–panggilan akrab Hairul Anam.

Mantan Pemimpin Redaksi Majalah Hijrah Pesantren Annuqayah Latee itu mengerucutkan penjelasannya pada Teknik Mudah Menulis Opini.

Dalam kesempatan itu, Dosen Praktisi Universitas Madura itu berbagi pengalaman proses kreatifnya dalam menulis selama nyantri di Pesantren Annuqayah Latee, 2007 silam.

“Tiba di Annuqayah, saya dibuat takjub dengan banyaknya santri yang vokal dalam berbicara dan piawai dalam menulis. Kala itu, saya belum bisa menulis,” ujar suami Nur Aini Niswatin itu.

Karena ingin menjadi penulis, langkah pertama yang dilakukan Anam ialah dengan mencermati aktivitas keseharian para santri Annuqayah yang tulisannya tersebar di banyak media massa, termasuk para santri yang sering juara kepenulisan tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional.

“Sebut saja Kak Ahmad Khotib. Beliau mentor saya. Saya belajar banyak hal ke beliau, terutama berkenaan dengan ketekunan dan disiplin dalam membaca buku,” urainya.

Anam juga belajar ke penulis dari Jawa Barat yang nyantri di Annuqayah: Asep Saefullah. Asep yang merupakan aktivis PMII Guluk-Guluk itu ternyata punya kebiasaan menulis aktivitas dirinya tiap hari.

“Akhirnya saya tiap hari membaca buku dan menulis di buku harian terkait segala pengalaman harian saya. Proses ini, ternyata dampaknya saya rasakan setahun kemudian: Tulisan saya sering tayang di media lokal dan regional. Setahun setelah itu, karya-karya saya sering masuk nominator lomba nasional dan beberapa kali juara,” urainya.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pamekasan itu mengajak peserta seminar untuk bersyukur bila dihadapkan pada kemalasan. Sebab, bagi Anam, rasa malas itu adalah manusiawi dan patut disyukuri.

“Cara mensyukuri rasa malas hanya satu, yaitu melawannya!” tegasnya.

Empat Jenis Tulisan

Menurut Anam, setidaknya terdapat empat jenis tulisan. Pertama, deskripsi, yaitu menggambarkan objek seperti benda/tempat/suasana. Melibatkan panca indera, memaparkan ciri-ciri/sifat, warna dan kepribadian secara jelas dan terperinci.

Kedua, eksposisi. Yakni, menjelaskan dengan dukungan data/statistik. Contoh: berita di media, tips, tulisan ilmiah, makalah, skripsi, tesis, disertasi.

Ketiga, narasi, yaitu bercerita secara kronologis, baik fakta maupun fiksi. Berisi rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu dijabarkan dengan urutan awal, tengah, dan akhir.

“Terakhir adalah argumentasi, yaitu membuktikan kebenaran/ketidakbenaran pernyataan,” tegas Anam.

Secara umum, jenis tulisan ada dua, yaitu fiksi dan nonfiksi. Fiksi merupakan tulisan berisi cerita rekaan, khayalan, tidak berdasarkan fakta, dengan mengandalkan kekuatan imajinasi. Contoh: cerpen dan novel.

Sedangkan nonfiksi, kata Anam, adalah tulisan yang berdasarkan fakta atau kenyataan, berisi informasi, seperti tulisan jurnalistik (berita, artikel, kolom, feature) dan esai.

Struktur Umum Tulisan

Dalam kesempatan itu, Anam juga berbagi wawasan terkait struktur umum tulisan. Menurutnya, struktur umum tulisan cukup sederhana, yaitu mengungkap masalah dan menawarkan solusi atas masalah yang diurai dalam tulisan.

Dijelaskan, masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dan keharusan; tidak selarasnya antara realitas dengan idealitas.

“Dalam dunia akademik, kita mengenalnya rumusan masalah. Jadi, penting sekali kita memetakan masalah apa yang akan kita ulas dalam tulisan. Itu tidak kalah penting dibanding dengan solusi apa yang mesti kita tawarkan dalam tulisan,” terangnya.

Seseorang yang sudah menjadikan menulis dan membaca sebagai bagian penting dalam hidupnya, biasanya peka terhadap masalah. Insting-nya menjadi tajam.

“Ketika seorang penulis mendapati sebuah masalah, dia akan gelisah bila tidak langsung menerjemahkannya ke dalam suatu tulisan utuh,” kata Anam.

Untuk itu, Anam mengajak peserta seminar untuk tidak mengabaikan setiap masalah dalam kehidupan itu. Entah itu masalah pribadi maupun persoalan yang menyangkut urusan orang lain.

“Jika kita belum mendapatkan solusi, minimal setiap hal yang menurut kita bermasalah langsung catat ke buku atau ketik dan simpan di gawai kita,” jelasnya.

Pentingnya Pembiasaan Menulis

Menurut Anam, salah satu tantangan seseorang yang berniat jadi penulis ialah pembiasaan dalam menulis. Lazimnya, penulis pemula akan dihadapkan pada buntunya ide atau gagasan yang akan ditulis.

“Itu manusiawi. Maksudnya, setiap penulis pemula pasti merasakannya. Jangankan pemula, yang sudah terbiasa menulis pun mengalami hal itu,” kata Anam.

Wakil Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Pamekasan itu berbagi tips agar siapa pun bisa terbiasa dalam menulis.

“Ini sekaligus solusi atas kebuntuan ide atau gagasan dalam menulis. Yaitu dengan cara membaca buku, menutupnya, dan menulis ulang apa yang sudah kita baca menggunakan bahasa kita. Bukan menyalinnya, ya!” ujarnya.

Di samping itu, pembiasaan itu bisa dipupuk dengan menulis aktivitas keseharian, mendeskripsikan kebiasaan atau karakter seorang teman, dan atau mencatat segala yang dilihat, yang didengar, dan yang dirasakan atau dipikirkan.

“Cari dan temukan mursyid kepenulisan, mentor kepenulisan. Sekarang serba mudah; kita cukup ikuti akun medsos para penulis hebat. Kita tinggal cermati bagaimana proses kreatif mereka yang dibagikan di medsos,” tegas Anam.

Anam menutup pemaparannya dengan pernyataan bahwa menulis itu “emas”. Sebab, tidak semua orang menekuninya. Dengan menulis, kita abadi!

Reporter : Taufiq Hidayat

Redaktur : Syahid Mujtahidy

Bagikan

web bawah Opini
Logo WEB Bawah
web bawah Aniv Uniba
hari guru BPRS

web bawah Opini
Logo WEB Bawah
web bawah Aniv Uniba
hari guru BPRS

Berita terkait

2 Comments

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *