K-TV | Pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan kurikulum guna menghasilkan anak-anak bangsa yang cerdas, berbudi luhur, serta berkarakter. Perubahan tersebut mulai dari Kurikulum Rencana Pembelajaran 1947, Kurikulum Rencana Pembelajaran Terurai 1952, Kurikulum 1964, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, Kurikulum 2013 (K-13), dan yang saat ini menjadi kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka.
Perubahan dan pengembangan kurikulum ini tentu telah dipertimbangkan dengan matang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) pasal (3), yang menyebutkan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk watak, dan peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa. Bertujuan agar potensi peserta didik berkembang menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis secra bertanggung jawab.”
Kurikulum merdeka merupakan sebuah program yang baru-baru ini diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia, yang memiliki tujuan untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam menentukan arah belajarnya, serta memperkuat karakter dan moral peserta didik. Program ini diluncurkan pada tahun 2021 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Namun penerapannya, masih terbatas. Hanya sekolah penggerak yang mengimplementasikan kurikulum ini. Peluncuran ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia dengan pendekatan-pendekatan, yang lebih kontekstual, dan berpusat kepada siswa. Beberapa poin penting, yang menjadi dasar dan acuan dari Kurikulum Merdeka ini, yaitu inklusif dan kreatif, kebutuhan peserta didik sebagai pusat, mempersiapkan peserta didik untuk menjawab tantangan zaman, partisipati peserta didik, serta pembelajaran berbasis kompetensi.
Kabarnya, mulai tahun 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan menerapkan Kurikulum Merdeka menjadi kurikulum nasional. Meski begitu, bukan berarti semua sekolah akan langsung mengubah kurikulumnya, terdapat beberapa tahapan yang bisa dilakukan satuan pendidikan sebelum menerapkan Kurikulum Merdeka secara penuh.
Beberapa hal yang menjadi alasan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim mengganti kurikulum 2013 menjadi Kurikulum Merdeka adalah kurikulum 2013 dinilai kaku dan tidak fleksibel, materi pembelajaran yang sangat padat dan kurang beragam sehingga menyebabkan rasa bosan pada peserta didik, tidak optimalnya pemakaian teknologi digital untuk pembelajaran.
Dengan alasan itulah, menteri pendidikan menyusun kurikulum baru yang lebih fleksibel serta fokus pada materi yang lebih esensial. Serta memberikan dukungan digital berupa aplikasi yang akan membantu guru untuk dijadikan referensi dalam mengembangkan proses dalam pembelajaran.
Salah satu aspek penting dalam kerikulum merdeka ini adalah adanya pembelajaran berdiferensiasi, yang mengakui perbedaan individual peserta didik dari segi kemampuan dan kebutuhan serta memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik.
Pembelajaran berdiferensiasi memiliki tiga strategi dalam penerapannya, ialah diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk. Perbedaan peserta didik menuntut guru untuk melakukan pemetaan terhadap peserta didik, memberikan materi pembelajaran secara bervariasi, memilih strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik, memberikan umpan balik serta memberikan dukungan dan motivasi.
Pembelajaran ini memiliki dampak positif, di mana utuk memicu berpikir kritis peserta didik. Peserta didik dapat memenuhi kebutuhan belajarnya dan akan terbisa dalam memecahkan masalah sendiri. Namun, fakta di lapangan pembelajaran berdiferensiasi ini tidak selalu berjalan dengan mulus yang disebabkan oleh adanya guru yang belum memahami konsep dari kurikulum merdeka dan pembelajaran berdiferensiasi itu sendiri.
Kendala dan tantangan yang akhir-akhir ini juga dikeluhkan oleh guru dari penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini, seperti dalam mengidentifikasi dan memahami kemampuan dan kebutuhan peserta didik di setiap kelas menurut para guru itu bukan hal yang mudah, peserta didik yang memiliki gaya belajar, minat, dan tingkat pemahaman yang berbeda membuat guru harus memutar balik otak untuk menyiapkan berbagai strategi yang menarik guna tidak menimbulkan rasa bosan dan memiliki daya tarik yang tinggi bagi peserta didik. Tekanan yang tinggi mengakibatkan guru kewalahan dalam melayani peserta didik dengan segala perbedaannya.
Dalam implementasi pembelajaran berdiferensiasi ini, guru juga dituntut untuk cakap teknologi sebagai alat dan media yang menunjang dalam proses pembelajaran. Faktanya masih banyak guru yang kurang cakap dalam teknologi sehingga merasa kesulitan dan tidak dapat menyediakan materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik. Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi memiliki peran penting dalam pembelajaran berdiferensiasi, karena teknologi dapat menyediakan berbagai alat yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik serta memfasilitasi dalam kolaborasi antara guru dan peserta didik.
Dalam mengatasi kendala dan tantangan tersebut, banyak yang dapat dilakukan oleh guru salah satunya adalah mengikuti kelas penggerak, di mana kelas penggerak ini memiliki tujuan untuk memberikan dukungan kepada guru dalam mengembangkan kemampuan mereka dalam pembelajaran berdiferensiasi. Sebagai guru, penting bagi merekauntuk tidak henti-hentinya mengembangkan diri dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang terus berkembang. Pengetahuan dan keterampilan praktik dimuat dalam kelas penggerak guna menerapkan pembelajaran berdiferensiasi secara efektif. Program kelas penggerak bertujuan untuk memberikan guru pengetahuan tentang alat da strategi yang dibutuhkan dalam menciptakan lingkunagn pembelajaran yan inklusif. Dan dengan kelas penggerak, guru akan lebih siap dalam menghadapi tantangan dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi dengan beragamnya kemampuan dan kebutuha siswa peserta didik.
Penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini menjadi harapan dalam memperbaiki pendidikan di Indonesia, namun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam mewujudkannya perlu perjuangan dan kerja keras guru. Dengan ini harusnya menjadi acuan bagi para guru untuk sadar akan potensi masing-masing peserta didik. Guru perlu mengubah pola pikir dalam pembelajaran berdiferensiasi ini, guru dengan pola pikir yang terbuka pasti meyakini bahwa setiap peserta didik memiliki potensi untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik. Oleh karena itu, dalam mengubah pola pikir guru memungkinankan untuk guru menjadi fasilitator dalam proses pengembangan diri peserta didik dengan dikuatkannya pembelajaran berdiferensiasi lewat pengalaman belajar yang menantang dan bermakna bagi setiap peserta didik. Guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, beragam, dan memenuhi kebutuhan setiap peserta didik.